Sekarang bagaimana dalam perspektif ISLAM?
Islam, sebagai agama rahmatan lil alamin, tidak melulu mengatur hubungan antara manusia dengan pencipta-Nya (hablum minallah). Melainkan hubungan antara manusia dengan sesamanya (hablum minannas). Kedua hal tersebut tak dapat dipisahkan. Lebih-lebih dalam menjalankan tugasnya sebagai khalifah untuk memakmurkan bumi, suatu tugas yang tak dapat diemban oleh malaikat, hamba Allah yang paling taat menjalankan perintah-Nva.
Dalam melaksanakan kekhalifaannya itu, Ilahi menyiapkan beberapa perangkat kepada manusia, sesuatu yang tak diberikan sempurna kepada makhluk lainnya, seperti akal, nafsu, naluri, budi, ilmu dan agama. Karena itu, manusia merupakan makhluk paling sempurna di antara makhluk ciptaan-Nya. Dan perangkat-perangkat tadi digunakan, setelah manusia menjalankan shalat (hablum minallah), seperti diamanatkan dalam Al Qur'an surat Al Jumu'ah, ayat 10: "Apabila telah ditunaikan shalat, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah sebanyak-banyaknya supaya kamu beruntung."
Carilah karunia Allah pada ayat tersebut --- banyak menyebut kewajiban manusia untuk berkerja dan berusaha --- bukan semata-mata uang. Kata K.H. Abdullah Gymnastiar, dalam tulisannya di Republika, rubrik Taushiyah, alat ukur keuntungan dalam berbisnis itu ada lima. Pertama, keuntungan amal shaleh. Kedua, keuntungan membangun nama baik. Ketiga, keuntungan menambah ilmu, pengalaman dan wawasan. Keempat, keuntungan membangun relasi atau silaturahmi. Kelima, keuntungan yang tidak sekadar mendapatkan manfaat bagi diri sendiri, melainkan bagi banyak orang dan memuaskan orang lain.
SILAHTURAHMI
Ternyata, dari lima alat ukur itu, semua terakomodir calam bisnis MLM. Misalnya, keuntungan membangun relasi dan silaturahmi, merupakan hal pokok dalam bisnis MLM. Sebab bisnis MLM dibangun atas dasar dua prinsip: menjual dan mensponsori orang lain kedalam bisnis ini. Kedua hal tersebut, hanya dapat dilakukan dengan melakukan silaturahmi (dalam MLM disebut home sharing, home meeting). Dalam silatturahmi itu, pelaku bisnis mempresentasikan tentang keunggulan produk maupun peluang bisnisnya untuk menjadi jutawan.
Silaturahmi, dalam bisnis MLM dianjurkan dari orang-orang terdekat dahulu, seperti anggota keluarga dan sahabat. Kepada merekalah, kunjungan dilakukan untuk memperkenalkan bisnis ini. Lalu, dilanjutkan dalam aspek yang lebih luas, tetangga, relasi, maupun kenalan-kenalan baru.
Lagi-lagi dalam perspektif islam, silaturahmi dan menjual, juga dianjurkan. Silaturahmi, dalam hadist nabi yang diriwayatkan oleh Bukhari, "Siapa yang ingin murah rezekinya dan panjang umurnya maka hendaklah ia mempererat hubungan silaturahmi. " Begitupun saat ditanya oleh sahabatnya tentang usaha yang terbaik, Rasulullah SAW menjawab: "Kerja tangan seseorang dan semua jual-beli yang mabrur."
Kebetulan, sebelum diangkat menjadi rasul, profesi nabi adalah berdagang yang dilakukannya sejak usia 12 tahun. Dalam berdagang, nabi dikenal jujur, sehingga dijuluki Al Amin (orang yang dapat dipercaya). Kejujuran nabi dalam berdagang - sampai ke negeri Sjam - membuat investornya konglomerat Siti Khadijah, jatuh cinta. Keduanya menikah dalam usia yang terpaut jauh: Siti Khadijah berusia 40 tahun, sedang nabi 25 tahun.
Setelah berhasil mensponsori, maka peran upline selaku "orang tua" kepada downline dilakukan. Layaknya orang tua, upline memberikan pengarahan, bimbingan dan mengajarkan tentang seluk beluk bisnis ini. Ataupun mengikuti training dan pelatihan yang dilakukan perusahaan maupun para leader, yang dalam Islam, dikenal sebagai Taushiyah (saling berbuat kabajikan).
Dalam kegiatan ini, seperti dikatakan oleh Aa Gin - demikian sebutan akrab K.H. Abdullah Gymnastiar - diperoleh keuntungan menambah ilmu, pengetahuan dan wawasan. Katanya, jika punya banyak uang, tapi tidak berilmu, sebentar saja uang itu bisa hangus. Tidak sedikit orang punya uang, tetapi tidak memiliki banyak pengalaman, sehingga mereka mudah tertipu. "Sebaliknya, misalkan uang kita habis dirampok, kalau kita memiliki ilmu, wawasan dan pengetahuan, kita bisa mencarinya lagi dengan mudah," tulisnya di harian tersebut.
TOLONG MENOLONG
Lantas, kenapa mesti ada training? Ini tidak lain, mengingat MLM yang benar dan murni, adalah bisnis edukasi, bisnis yang mengembangkan Sumber Daya Manusia (SDM). Di training itu, pelaku bisnis MLM digenjot pengetahuannya tentang menjual, tentang presentasi atau public speaking, tentang pengetahuan produk dan sebagainya. Semua itu dalam rangka mengantar setiap pelakunya meraup keberhasilan di bisnis ini. Dan seorang upline, punya kepentingan mengantar downlinenya berhasil. Sebab, keberhasilan downlinenya, memberikan pundi-pundi kekayaan bagi dirinya. Karena itu, di MLM ada pameo seperti ini: Jika ingin berhasil, sukseskan dulu orang lain (downline).
Saling mensukseskan ini, senafas dengan firman Allah SWT dalam surat Al Maidah ayat 2: "... Tolong menolonglah kamu dalam mengerjakan kebajikan dan taqwa, dan jangan tolong menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah maha berat siksa-Nya".
Begitupun Rasulullah dalam hadisnya mengatakan, "Allah selalu menolong orang selama orang itu selalu menolong saudaranya" (HrAhmad, buku 1100 Hadis Terpilih, Dr. Muhammad Faiz Almath, Gema Insani Press). Ataupun seperti yang diriwayatkan oleh Ibnu Abi Addunia dan Asysyihaab, dalam buku yang sama, "Pertolonganmu terhadap orang lemah adalah sodaqoh yang paling afdol."
Tolong menolong dalam versi MLM, tidak dibatasi oleh atribut sosial. Tapi bersifat umum, tanpa memandang latar belakang dari setiap pelakunya. Kondisi ini senafas dengan bisnis MLM yang banyak memberikan kemudahan, seperti tidak mengenal tingkat pendidikan, modal yang dikucurkan relatif kecil, tidak dibatasi ruang dan waktu yang fleksibel, risikonya juga kecil dan sebagainya. Walhasil, dalam krisis multi dimensi yang melilit negeri ini, MLM merupakan solusi dalam mengikis pengangguran.
"Saya berhadap begitu. Mudah-mudahan MLM dapat memberdayakan ekonomi umat," jelas K.H. Didin Hafidhuddin ketika ditemui $UKSE$ dalam Seminar Ekonomi Pemberdayaan Ekonomi Umat, Peluang Usaha dan Sinergi Potensi Ummat," yang digelar oleh Warmal, di Masjid At Tin, Taman Mini Indonesia Indah (TMII). la setuju saja, MLM senafas dengan Islam - mengingat adanya unsur Taushiyah tadi - sepanjang prinsip-prinsip Islam diterapkan. Misalnya, produk yang halal, barangnya jelas, tidak mengandung unsur penipuan.
Menurutnya, dalam era globalisasi saat ini, di mana persaingan begitu kompetitif, unsur jaringan tidak dapat terelakkan. Jaringan harus tetap ada dalam institusi syariah yang kini bermunculan, termasuk MLM Syariah. "Jadi, kalau tanpa adanya jaringan, saya rasa akan mengalami banyak kesulitan. Hanya saja, jangan sampai sinergi yang ada itu lepas. Harus diupayakan memperkuat satu sama lain," paparnya. la setuju, jika pertemuan-pertemuan (traning, taushiyah) dilembagakan, entah sebulan ataupun tiga bulan sekali. "Dalam acara itu, kan ada tukar menukar pengetahuan produk dan sebagainya," tutur kiai mantan Calon Presiden dari Partai Keadilan ini.
Dalam MLM yang benar dan murni, produk adalah sesuatu hal mutlak, yang tidak bisa ditawar-tawar. Lagipula tetap mengedepankan kualitas, tidak "tempelen" seperti halnya pada Money Game maupun Piramid. Sebab, bonus yang diberikan pada MLM, berdasar omset penjualan baik sifatnya pribadi maupun grup downline. Tidak seperti Money Game maupun Piramid, bonus diberikan berdasarkan hasil rekrutmen, sehingga posisi upline selalu diuntungkan. Sedang downline dan di bawahnya, bakal kedodoran karena koceknya dikeduk oleh upline. Money Game dan Piramid ini akhirnya dituding tidak legal, alias diharamkan.
Presiden INFANCA (The Islamic Food And Nutrition of America) Muhammmad Munir Chaundry, Ph.D. memberikan beberapa ciri praktek Money Game maupun Piramid.
- Pertama, meneliti tentang Marketing Plan-nya. Jika seseorang yang lebih dulu masuk selalu diuntungkan ketimbang belakangan, maka hukumnya haram.
- Kedua, teliti perusahaan MLM itu sebaik-baiknya, terutama menyangkut izin dan integritasnya.
- Ketiga, produk yang dipasarkan mengandung zat-zat haram atau tidak? Apakah produknya punya jaminan dan bisa dikembali atau tidak?
- Keempat, apakah perusahaan itu memungut uang pendaftaran anggota yang cukup besar atau tidak?
- Kelima, apakah perusahaan itu menjanjikan kaya tanpa bekerja atau tidak? Jika dalam waktu singkat, misalnya bulanan, menghasilkan puluhan atau ratusan juta, seyogianya ditinggalkan secepatnya.
Prestasi ditentukan kerja keras dan tawakal ini, sesuai dengan Firman Allah SWT dalam surat Ar Rad ayat 11, " .... Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaanya yang ada pada diri mereka sendiri..."
Dengan kerja keras, semangat pantang mundur dan antusias ingin merubah hidup, maka lewat MLM mengalir cerita haru biru seseorang dalam merubah hidupnya. Ada mantan Pemulung memiliki penghasilan puluhan juta sebulan, mobil, rumah mewah dll., Tukang Sol Sepatu memiliki Mercedes New Eyes, Tukang Panggul memiliki BMW 318i, mantan Tukang Es Balok penghasilannya Rp 71 juta sebulan, dosen, guru maupun pendidik lainya yang menjadi miliarder dan sebagainya.
Dari alasan diatas apakah masih ada keraguan dan menganggap bahwa MLM itu HARAM?
Sumber : http://www.revellbali.com/mlm-resource/68-benarkah-mlm-haram-.html
No comments:
Post a Comment